Mantan Kadib Propham Polly Ferdi Sambo dan istrinya Putri Kandrawati masing-masing divonis hukuman mati dan 20 tahun penjara atas pembunuhan berencana Brigjen Yosua Futabarat. Putusan hakim atas keduanya melampaui tuntutan jaksa dan biasa disebut dengan Ultrapetita.Ferdy Sambo divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir Yosua Hutabarat. Sambo divonis pidana hukuman mati, melampaui tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum, yakni seumur hidup penjara.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama,” kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati,” imbuhnya.
Ferdy Sambo sebelumnya dituntut hukuman penjara seumur hidup. Jaksa meyakini Ferdy Sambo terbukti merencanakan pembunuhan Yosua. Tak ada hal meringankan perbuatan Sambo.
“Menuntut supaya majelis hakim PN Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Jumat (17/2).
“Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup, ” imbuhnya.
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Di sisi lain, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian memvonis Putri Candrawathi dengan 20 tahun penjara. Putri dinyatakan bersalah terlibat pembunuhan berencana terhadap sopirnya, Brigadir Yosua Hutabarat. Vonis ini juga melebihi tuntutan jaksa.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Putri Candrawathi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Putri Candrawathi berupa pidana 20 tahun penjara,” imbuhnya.
Putri dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan tidak ada alasan pemaaf bagi Putri Candrawathi.
Jaksa sebelumnya menuntut 8 tahun penjara pada sidang tuntutan Putri Candrawathi di PN Jaksel, Rabu (18/1). Jaksa meyakini Putri bersama-sama dengan Ferdy Sambo dkk melakukan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Putri Candrawathi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama,” kata jaksa saat membacakan tuntutan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 8 tahun penjara,” imbuh jaksa.
Tentang Ultra Petita
Untuk diketahui, ultra petita adalah putusan hakim yang melebihi tuntutan jaksa, keputusan ini mungkin saja terjadi dan pernah diputuskan hakim dalam perkara pidana lainnya. Prinsip kebebasan hakim yang ada di dalam Pasal 24 UUD 1945 dan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bisa menjadi dasar ultra petita dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Dalam tinjauan normatif tidak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang mewajibkan hakim memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa. Hakim memiliki kebebasan dalam menentukan pemidanaan sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya, bisa lebih tinggi, bisa juga lebih rendah dari apa yang dituntut.
Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, hakim diperbolehkan membuat putusan ultra petita dengan batasan tertentu seperti tidak melebihi dari ancaman maksimum yang didakwakan dan harus memuat pertimbangan dan dasar yang kuat. Selain kemerdekaan hakim, tentu dalam UU Kekuasaan Kehakiman, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.